MAMUJU, RAKYATSULBAR.COM – Unjuk rasa yang digelar oleh kelompok pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Vendetta di halaman DPRD Mamuju, Senin (14/7/25), memanas dan berujung ricuh.
Aksi yang bertepatan dengan peringatan Hari Jadi Mamuju ke-485 itu menyoroti lambannya Pemerintah Kabupaten Mamuju dalam memberhentikan seorang ASN berinisial JD yang telah divonis bersalah dalam kasus korupsi.
Diketahui, JD diputus bersalah oleh pengadilan sejak 21 Juni 2024. Namun hingga kini, yang bersangkutan masih berstatus sebagai ASN aktif. Hal itu memicu kemarahan massa, yang menilai pemerintah daerah terkesan menutup mata terhadap aturan yang berlaku.
“Pasal 107 PP Nomor 17 Tahun 2020 jelas menyebutkan, ASN yang terbukti bersalah dalam perkara pidana korupsi wajib diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH),” terang Fergiawan Zacky Korlap Vendetta.
Situasi makin memanas saat perwakilan massa berupaya menyampaikan tuntutan ke dalam gedung dewan. Dari pantauan Rakyatsulbar.com, sempat terjadi aksi saling dorong antara peserta aksi dan anggota DPRD.
Situasi dilokasi memanas saat seorang legislator menyentuh pundak salah satu demonstran, lalu menepuk pipinya. Sebuah tindakan yang memicu amarah massa karena dianggap melecehkan martabat dan semangat perjuangan mereka.
Tindakan tersebut menuai kencaman dari Pembina Vendetta, Andika Putra.
“Etika dalam berdemokrasi harus dijunjung. Kami dari pemuda dan mahasiswa menyampaikan aspirasi secara terbuka. Tapi dalam penerimaan massa aksi, ada batas. Tidak boleh memegang, apalagi melakukan hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa salah satu peserta aksi mengalami kekerasan fisik.
“Yang diduga, salah satu bagian tubuh massa aksi bajunya robek dan ada beberapa luka di bagian leher,” ungkap Andika.
Korban disebut telah menjalani visum di Rumah Sakit Bhayangkara, dan pihaknya tengah menunggu hasil resmi dari pemeriksaan medis.
Dalam aksinya, massa Vendetta membawa lima tuntutan utama:
1. Segera keluarkan surat keputusan PTDH terhadap JD.
2. Hentikan segala bentuk perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam promosi jabatan di Pemkab Mamuju.
3. Sampaikan klarifikasi terbuka kepada publik terkait keterlambatan PTDH dan dugaan konflik kepentingan.
4. Tegakkan prinsip birokrasi bersih dan meritokrasi. Jangan biarkan Pemkab Mamuju menjadi tempat aman bagi pelanggar hukum yang memiliki koneksi politik.
5. Jika dalam tujuh hari tidak ada tindakan, kami akan mengajukan laporan resmi ke BKN, KASN, KPK, dan Ombudsman RI. (Muh.Fajrin/A)








