MAMUJU, RAKYATSULBAR.COM — Desakan untuk menghentikan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang baru “seumur jagung” dinilai sebagai langkah keliru. Meski diwarnai banyak insiden keracunan dan makanan yang tidak layak saji, namun program prioritas Presiden Prabowo Subianto itu tetap patut dipertahankan. Penghentian MBG bukan solusi saat ini, namun pengawasan dan evaluasi menyeluruh untuk memperbaiki sistem pelaksanaannya.
Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menegaskan penolakannya terhadap usulan penghentian program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang belakangan mencuat di tengah maraknya kasus keracunan di beberapa daerah. DPR menilai penghentian program tersebut bukan solusi, sebab kehadiran MBG sangat penting untuk memperbaiki status gizi anak-anak Indonesia.
Anggota Komisi IX, Ashabul Kahfi, menilai wacana penghentian program MBG adalah langkah keliru. Menurutnya, fokus utama saat ini seharusnya adalah melakukan evaluasi menyeluruh dan memperbaiki sistem pelaksanaannya, bukan justru menghentikan program yang memiliki manfaat besar bagi generasi muda.
“Saya kira keliru juga karena tujuan utama kehadiran MBG ini kan dalam rangka mengintervensi dan memperbaiki gizi anak. Sehingga salah satu solusinya itu pemberian MBG,” ujar Kahfi dalam kunjungan kerja di Makassar, Kamis (25/9/25).
“Tapi bahwa perlu kita evaluasi, oke kita evaluasi. Kalau ada kelalaian, ada kesalahan, sistemnya yang kita perbaiki, bukan menghentikan programnya,” sambung dia.
Kahfi menambahkan, dalam pelaksanaannya, program MBG juga dapat dioptimalkan dengan memanfaatkan potensi pangan lokal. Hal ini sejalan dengan masukan dari sejumlah pakar gizi agar menu yang diberikan tidak monoton dan lebih beragam.
“Memang kan disesuaikan dengan ketersediaan pangan lokal. Jadi di Sulsel ini banyak ikan. Tidak harus monoton ayam, bisa ikan, bisa telur. Yang pasti MBG ini memanfaatkan potensi pangan lokal,” ujar dia.
Komisi IX, kata Kahfi, memberi dukungan terhadap kelanjutan program MBG. DPR menilai evaluasi perlu difokuskan pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bermasalah tanpa menghentikan keseluruhan program yang dinilai bermanfaat bagi masyarakat.
Dia mengatakan, hasil audiensi dengan berbagai pihak dalam rapat kerja terbaru menunjukkan perlunya perbaikan sistem pelaksanaan MBG. Meski demikian, program tersebut tetap harus berjalan karena terbukti memberi manfaat nyata, terutama dalam mendukung gizi anak sekolah.
“Di rapat kerja kemarin di Komisi IX kita melakukan audiensi. Hadir beberapa pemerhati terkait masalah MBG ini. Memang saya lihat perlu ada evaluasi dan perbaikan sistem terhadap MBG ini. Kita tentu berharap bahwa MBG tetap berjalan, kecuali SPPG-SPPG yang bermasalah, itu yang perlu dilakukan evaluasi,” ucap Kahfi.
Politikus senior Partai Amanat Nasional itu mengatakan pelaksanaan MBG di Sulawesi Selatan hingga saat ini berjalan cukup baik tanpa adanya keluhan berarti, termasuk kasus keracunan.
“Satu kesyukuran bahwa di Sulsel sampai hari ini, MBG yang ada berjalan dengan baik, pelayanannya berjalan dengan baik, dan tidak terdengar adanya keluhan termasuk keracunan,” lanjut dia.
Meski berjalan baik, ia mendorong agar pemerintah tetap melakukan tindak lanjut jika terjadi persoalan, terutama dari sisi penanganan medis bagi masyarakat terdampak.
“Kami mendorong pemerintah agar difollow-up, paling tidak penanganannya secara medis,” tegas dia.
Dalam hal pengawasan, Kahfi memastikan Komisi IX terus berkoordinasi secara rutin dengan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai mitra kerja utama melalui rapat kerja dan pemantauan langsung ke lapangan.
“Kami rutin rapat dengan BGN. Kemarin rapat. Kami lakukan pengawasan itu melalui rapat dan tinjauan langsung di lapangan,” beber dia.
Sebagai bentuk komitmen pengawasan, Kahfi juga berencana turun langsung memantau dapur SPPG dan sekolah-sekolah penerima MBG di Sulawesi Selatan.
“Saya mungkin Senin pekan depan akan mengunjungi beberapa dapur di sini termasuk mengunjungi beberapa sekolah untuk menyaksikan pemberian makan bergizi gratis,” ujar dia.
Berdasarkan data Komisi IX DPR, sejumlah dapur SPPG yang terdeteksi bermasalah berada di Bandung (Jawa Barat), Bau-Bau, Luwuk Banggai, serta Bengkulu. Meski demikian, Kahfi menegaskan hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk menghentikan program.
“Evaluasi ya, khususnya dapur-dapur SPPG yang memang bermasalah. Tapi bukan berarti menghentikan. Kita tetap mendukung program ini berjalan,” ucap dia.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Putih Sari menilai maraknya kasus keracunan makanan yang terjadi di sejumlah daerah menjadi pelajaran penting bagi pemerintah untuk meningkatkan standar kualitas dan kompetensi para penyedia makanan di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Mungkin nanti kami juga perlu dorong adanya koordinasi lintas kementerian, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja, BGN, dan Kementerian Kesehatan, terkait dengan kelayakan ataupun kompetensi dari para penjamu makanan yang ada di dapur SPPG-SPPG,” kata Putih.
Menurut Putih, pelatihan dan sertifikasi bagi para pengelola dapur menjadi langkah penting untuk memastikan keamanan dan kualitas makanan yang diberikan.
“Ini yang saya kira perlu disinkronkan. Kalau memang perlu dilatih dan perlu adanya sertifikasi, kita bisa manfaatkan balai-balai besar yang memang sudah ada di berbagai daerah,” tutur dia.
Putih juga memastikan bahwa evaluasi rutin terus dilakukan bersama Badan Gizi Nasional (BGN) selaku mitra kerja utama Komisi IX DPR.
“Ya, pasti. Pasti ada, karena memang ini leading sektor, salah satu yang menjadi mitra kerjanya Komisi IX,” imbuh dia.
Sementara itu, puluhan mahasiswa dan warga mendatangi kantor Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Buntusu, Jalan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Kecamatan Tamalanrea, kota Makassar, Kamis (25/9/2025). Kedatangan mereka diketahui untuk memprotes temuan makanan tidak layak yang dibagikan ke siswa belum lama ini.
Perwakilan massa, Ikhsan menyatakan protes ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap program unggulan Presiden Prabowo Subianto. Mengenai temuan di lapangan, Ikhsan mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan peringatan kepada kantor SPPG.
“Tapi nyatanya di lapangan tidak rasional menurut kami ternyata terjadi kembali. Bahkan itu lebih parah,” ujar Ikhsan.
Olehnya itu, kata Ikhsan, ia bersama elemen masyarakat meminta agar MBG untuk sementara diberhentikan dan dilakukan evaluasi.
“Jadi hasil temuan itu bahwa makanan basi. Nasinya itu lembek dan telurnya yang basi dengan sayurnya, itu ya temuan yang pertama,” kata Ikhsan.
Dia mengatakan, dalam makanan yang disebut bergizi dan gratis itu turut ditemukan belatung. “Pada saat temuan yang kedua, ada ulat belatung yang kemudian disuguhkan di boks makanan tersebut,” ungkap Ikhsan.
Menurut Ikhsan, sajian buruk yang diberikan itu membuat tidak sedikit siswa yang merasa trauma. “Mereka mengatakan bahwa sudah satu bulan, bahkan ada dua minggu yang kemudian tidak memakan nasinya karena ada trauma yang kemudian hadir di pribadi siswa tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala SPPG Buntusu, M. Ilham, mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi terkait adanya temuan di lapangan. “Terkait adanya temuan di SMAN 21, saya selaku kepala SPPG akan mengoptimalkan untuk meminimalisir yang tidak diinginkan,” kata Ilham.
Dia mengatakan, pihaknya telah bekerja sesuai perintah Presiden. “Saya selaku kepala SPPG melaksanakan perintah presiden sesuai SOP, mengenai temuan yang ada di lapangan saya sudah melaporkan ke BGN,” tandasnya.
Mengenai tindakan selanjutnya, Ilham mengatakan akan melakukan pengecekan di sekolah-sekolah sekaligus memberikan klarifikasi terkait temuan tersebut. “Karena di SPPG itu ada standar yang harus dipenuhi sebelum kita distribusikan,” imbuh dia. (nabilah ansar/Rakyatsulsel)








