Dosen Keperawatan Lakukan Edukasi Aspek Hukum dan Kesehatan Terkait Resiko Pernikahan Dini Pada Remaja.

  • Bagikan

MAMUJU, RAKYATSULBAR.COM — Pernikahan usia anak di bawah 19 tahun dinilai bentuk pengabaian terhadap pemenuhan atas hak-hak anak, bahkan menjadi kerentanan timbulnya eksploitasi dan kriminalitas terhadap anak.

Dari segi yuridis di negara kita ini, sebetulnya pernikahan dini telah dilarang. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang merevisi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menetapkan bahwa usia minimum perkawinan bagi pria dan perempuan adalah 19 tahun.

Meski demikian, hingga kini beberapa wilayah di Indonesia masih belum bebas dari pernikahan dini, meski persentasenya terus menurun.

Untuk menginformasikan hal tersebut, Tim Dosen Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mamuju, melalui kegiatan pengabdian masyarakat melakukan sosialisasi dan edukasi baik dari sisi hukum maupun kesehatan terkait resiko pernikahan dini pada remaja.yang dilaksanakan di SMA Negeri 2 Kabupaten Mamuju.

Salah satu dosen yang ikut langsung di kegiatan ini, bapak Andi Nasir, SKM.,M.Kes.,M.H. mengungkapkan bahwa kami bersama tim yang dibantu bersama mahasiswa melakukan edukasi hukum dan kesehatan terkait pernikahan dini dengan sasaran pada siswa-siswi sekolah.

Ada beberapa tahapan yang kami lakukan, mulai tahapan mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan siswa-siswi sekolah terhadap informasi pernikahan dini ini, melalui pre test dan post tes. Setelah itu yang terpenting adalah edukasi melalui penyuluhan tentang resiko pernikahan dini.

Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa ada hak-hak yang dilanggar dalam perkawinan anak yaitu hak tumbuh kembang, hak pendidikan, hak atas sumber penghidupan, hak sosial-politik, hak bebas dari kekerasan.

Sebagai contoh, ketika terhentinya hak pendidikan juga akan terhentinya hak penghidupan yang layak kelak bagi si anak tersebut.

Belum lagi dari aspek kesehatan, menurut dosen lulusan hukum kesehatan Unhas ini, bahwa pernikahan dini bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental, misalnya pada perempuan, seperti meningkatnya risiko komplikasi kehamilan dan persalinan (pre-eklamsia, anemia, persalinan prematur) dan penyakit menular seksual. Bagi laki-laki, pernikahan dini dapat menyebabkan stres, putus sekolah, dan tekanan mental sebagai pencari nafkah.

Termasuk bisa berisiko mengalami masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi karena belum matang secara emosional dan psikologis. 

Sehingga Ia menilai, edukasi sejak dini sangat penting agar remaja memahami bahwa pernikahan bukan hanya soal cinta, melainkan juga tanggung jawab yang besar dalam membangun keluarganya kelak, ungkap beliau.

Di tempat yang sama, Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 2 bidang Kurikulum, Bapak Hasanuddin, S.Pd mengapresiasi dan berterima kasih atas kegiatan dan kunjungan dosen keperawatan Polkesmamuju di sekolah kami, kami tentu menilai bahwa informasi yang diterima oleh siswa kami ini kiranya bermanfaat (*).

  • Bagikan