MAKASSAR, RAKYATSULBAR.COM – Universitas Muslim Indonesia (UMI) memiliki tradisi tersendiri dalam mempererat tali silaturahmi antara sesama keluarga besar UMI mulai dari pejabat hingga bawahan, staf dan dosen, dan lain-lain.
Acara yang merupakan tradisi UMI di setiap tahunnya pada Bulan Ramadhan ini rutin dilaksanakan jelang akhir ramadhan sebagai ruang untuk silaturahmi dan saling maaf memaafkan.
Dalam kesempatan itu, Rektor UMI Prof. Dr. H. Sufirman Rahman, SH, MH, senantiasa mengingatkan betapa pentingnya konsep jamaah dalam membangun komitmen ke UMI an.
“Jadi apapun yang dicita-citakan untuk dicapai akan mudah bila dilakukan secara berjamaah. Jamaah ini adalah bentuk komitmen kita pada apa yang telah diwariskan oleh pendahulu kita di UMI,” tegasnya.
Untuk tetap mengokohkan jamaah kata Profesor Fakultas Hukum (FH) UMI ini, setiap orang diminta untuk tetap teguh dalam maaf dan memaafkan terhadap sesama.
“Saya secara pribadi memohon maaf apabila membuat kesalahan. Saling memaafkan akan membuka jalan saudara-saudara kita menuju kebaikan bersama,” jelas mantan Direktur Program Pascasarjana UMI itu.
Sementara itu, Ketua Pengurus Yayasan Wakaf UMI Prof. Dr. Hj. Masrurah Mokhtar MA, mengungkapkan, hasil dari amalan silaturahmi ternyata sangat luar biasa.
“Bahkan Rasulullah pernah bersabda di depan sahabat sahabatnya, apakah kalian tahu amalan yang lebih besar pahalanya dari pada Haji, Rasulullah melanjutkan, amalan itu yakni menyambung tali silaturahmi,” bebernya.
“Kadang kala kita memutus silaturahmi karena ada yang kita tidak suka kepada seseorang. Paling lambat untuk memaaafkan itu adalah tengah hari. Jadi jangan pernah bosan-bosan untuk memaafkan,” sambungnya.
Prof Mansyur Ketua Pembina YW UMI, Prof. Dr. H Mansyur Ramly, SE, M.Si, silaturahmi itu adalah ruang paling baik untuk membicarakan masa depan bersama, khususnya untuk kemajuan UMI.
“Alhamdulillah UMI semakin menuju ke komitmen menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Kesempatan silaturahim memberi ruang untuk membicarakan masa depan,” imbuh mantan Ketua Badan Akreditasi Nasional perguruan Tinggi (BAN-PT) tersebut.
“Selain itu, kita sudah berpuasa, perlu ada buah di Ramadhan, pertama betul-betul menjadi motivasi untuk ketaqwaan, menjadi menusia Qur’an. Kita juga mampu menekan hawa nafsu yang sifatnya batiniah dan lahiriah,” tukasnya. (*)