Didik Pramono Raih Gelar Doktor, Teliti Gelar Perkara Korupsi di Mapolda Kalbar

  • Bagikan
Didik Pramono resmi menyandang gelar doktor setelah mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi doktor Program Studi Dirasah Islamiyah, Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Selasa (29/4/25).
Didik Pramono resmi menyandang gelar doktor setelah mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi doktor Program Studi Dirasah Islamiyah, Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Selasa (29/4/25).

MAKASSAR, RAKYATSULBAR.COM — Didik Pramono resmi menyandang gelar doktor setelah mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi doktor Program Studi Dirasah Islamiyah, Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Selasa (29/4/25).

Sidang tersebut dipimpin Direktur Pascasarjana UIN Alauddin, Prof. Dr. H. Abustani Ilyas, MA, didampingi promotor Prof. Dr. H. Lomba Sultan, MA, serta tim penguji Prof. Dr. H. Darussalam Syamsuddin, M.Ag., dan Dr. H. Abd. Wahid Hadade, Lc., M.H.I.

Dalam disertasinya yang berjudul “Gelar Perkara dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Mapolda Kalbar Perspektif Fiqh Jinayah,” Didik mengkaji mekanisme gelar perkara sebagai bagian dari proses penyidikan kasus korupsi.

Ia menyoroti tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime yang berdampak luas pada sosial, ekonomi, dan pembangunan negara.

Penanganan kasus korupsi, menurut Didik, menuntut penyidikan yang transparan dan akuntabel, dengan gelar perkara sebagai instrumen utama memastikan kelengkapan bukti dan kejelasan unsur pidana.

Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan studi kasus, penelitian ini melibatkan observasi, wawancara mendalam dengan penyidik tindak pidana korupsi di Mapolda Kalimantan Barat, serta studi dokumentasi.

Analisis dilakukan melalui content analysis yang mengaitkan praktik gelar perkara dengan prinsip-prinsip Fiqh Jinayah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelar perkara di Mapolda Kalbar berfungsi sebagai forum evaluasi atas bukti dan prosedur hukum, serta selaras dengan prinsip keadilan (al-‘adalah), transparansi, dan pertanggungjawaban (mas’uliyyah) dalam hukum Islam.

Dari perspektif Fiqh Jinayah, korupsi dikategorikan sebagai ghulul — kejahatan besar yang merugikan hak publik — sehingga penyelesaiannya harus berbasis pada prinsip keadilan dan pencegahan (saddu dzari’ah).

Didik menyimpulkan bahwa penerapan prinsip Fiqh Jinayah dalam gelar perkara dapat memperkuat integritas penyidikan dan mencegah penyalahgunaan wewenang.

Ia mendorong agar nilai-nilai moral dan etika Islam diintegrasikan dalam sistem peradilan pidana nasional untuk memperkuat efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia. (*)

  • Bagikan